Jumat, 30 Maret 2012
Mengeruk Keuntungan Dibalik Rencana BBM Naik
Demo menentang kenaikan BBM yang akan kian marak dan tampaknya cenderung meningkat dan semakin memanas bahkan lingkupnya meluas diberbagai daerah menarik dicermati. Efek demo bukan sekedar membuat pemerintah harus kritis dan bijak dalam menentukan keputusannya tanggal 1 April nanti. Selain itu, penimbunan BBM dipastikan cenderung marak, dan lagi pedagang eceran BBM yang seringkali ‘dianggap’ sebagai salah satu oknum penimbun BBM, juga yang patut diperhatikan bagaimana suasana hati para pengguna BBM bersubsidi.
Tentu saja pengguna BBM bersubsidi adalah semua rakyat kecil, dan yang tak layak menggunakan BBM bersubsidi adalah para konglomerat dan para keluarga berpunya yang bisa diidentifikasi indikatornya adalah pemilik mobil-mobil mewah. Tapi mungkin karena hati nurani mereka telah terkalahkan oleh kerakusan sehingga upaya pembatasan pengguna BBM bersubsidi tidak bisa berjalan cukup efektif.
Masyarakat belum berpunya sangat merasakan betapa sulitnya bersaing mencari nafkah dinegeri ini. Sementara itu suguhan dan tayangan korupsi milyaran rupiah, sebenarnya telah menyakiti hati rakyat. Sungguh kita masih patut berbangga meskipun banyak hasil pajak yg ‘dikemplang’ oleh sebagian pejabat itu, rakyat masih mau membayar pajak. Bayangkan saja kalau seluruh rakyat protes tidak mau membayar pajak. Maka ketika harga BBM akan naik, reaksi negatifpun muncul, sebab memang naiknya harga BBM pasti akan memicu naiknya harga barang dan lain sebagainya sementara daya beli masyarkat belum bisa mengimbanginya.
Berkaitan dengan penimbunan BBM, Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda, “Barangsiapa menimbun barang, maka ia berdosa“. [HR Muslim 1605]. Ihtikar adalah membeli barang pada saat lapang lalu menimbunnya supaya barang tersebut langka di pasaran dan harganya menjadi naik.
Para ulama berbeda pendapat tentang bentuk ihtikar yang diharamkan. Sebagian berpendapat tidak boleh menimbun barang hanya untuk makanan pokok, ada juga melarang penimbunan seluruh jenis barang.
Para ulama Syafi’i mengatakan bahwa ihtikar yang diharamkan adalah penimbunan barang-barang pokok tertentu, yaitu membelinya pada saat harga mahal dan menjualnya kembali. Ia tidak menjual saat itu juga, tapi ia simpan sampai harga melonjak naik....
Dalam masa kritis seperti saat ini, banyak orang memiliki peluang untuk menimbun BBM, entah untuk konsumsi sendiri, dijual kembali atau diselendupkan ke luar negeri. Perilaku konsumerisme dan pandangan liberalisme mendorong orang untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Dimensi keilahian benar-benar telah tersisihkan. Allah yang Maha adil sudah dilupakan.
Tentu saja penulis berharap BBM tidak jadi dinaikkan. Sebab penulis sebagai rakyat kecil benar-benar bisa merasakan dampak yang terjadi bila BBM benar-benar naik. Namun, semua tergantung kepekaan pemerintah dan DPR. Wallahualam.
Minggu, 04 Maret 2012
Mengendalikan Keinginan, Mengedepankan Kebutuhan
Kebutuhan adalah fungsi dasar atas sesuatu yang secara esensial
diperlukan: makan untuk memenuhi nutrisi, tempat tinggal untuk istirahat,
transportasi untuk bekerja, pendidikan untuk masa depan anak dan lain-lain.
Sedangkan keinginan adalah semua fungsi tambahan yang jika tidak ada
sebenarnya tidak mengganggu, akan tetapi seringkali kita mengharapkan untuk
bisa mendapatkan fungsi tambahan tersebut. Makanan yang mahal, rumah yang besar
dan mewah, mobil baru dan mengkilat, dan seterusnya. Keinginan seringkali
merupakan perwujudan untuk menegaskan status sosial seseorang sekaligus
membuktikan kepada orang lain bahwa dia mampu memilikinya.
Perbedaan
antara keinginan (wants) dan kebutuhan (needs) penting untuk
dikenali agar kita tidak jatuh ke dalam hidup konsumtif dan suka membeli
sesuatu tanpa rencana (impulse buying). Dalam kehidupan modern ini,
seringkali batas antara keinginan dan kebutuhan menjadi kabur. Berbagai iklan,
informasi, rekomendasi dan lain-lain mengubah cara pandang akan sesuatu. Hal
yang tadinya dianggap keinginan mewah, perlahan berubah menjadi keinginan yang
wajar sampai akhirnya berubah menjadi sebuah kebutuhan.Ketika ini terjadi, tak
jarang kebutuhan yang lebih utama dan penting malah mendapat prioritas
belakangan.
Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk
memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan.
Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki
tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan
tersebut adalah sebagai berikut :
- Kebutuhan fisiologis atau dasar
- Kebutuhan akan rasa aman
- Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
- Kebutuhan untuk dihargai
- Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Salah satu bentuk keinginan yang populer adalah
belanja.Belanja sering diidentikkan sebagai salah satu kegiatan favorit kaum
perempuan. Menurut sebuah jajak pendapat terhadap 2.000 pembelanja perempuan
oleh perusahaan riset pasar OnePoll.com, rata-rata perempuan menghabiskan waktu
399 jam 46 menit untuk 300 kali berbelanja setiap tahunnya.
Tapi, hasil jajak pendapat tersebut tidak serta
menunjukkan bahwa kaum perempuan kecanduan berbelanja. Sebab, ada sejumlah
faktor yang harus dipertimbangkan. Salah satunya, melaksakan tugas rumah
tangga.
Selama ini, anggapan bahwa kebanyakan perempuan
pasti menyukai belanja telah menjadi semacam stereotip di masyarakat. Tak
heran, produk-produk yang dijual di pasaran lebih banyak ditujukan bagi kaum
hawa. Coba saja lihat koleksi pakaian. Kerap muncul produk dan desain pakaian
perempuan yang selalu berbeda setiap minggu bahkan setiap hari.Apakah benar
para shopaholic alias penggila belanja hanya berasal dari perempuan saja?
Ternyata hal ini berbeda 180 derajat jika belanja dilakukan melalui media online.
Hal ini diungkap oleh situslelang terbesar eBay.
Dalam survei yang dilakukan oleh situs ini, disebutkan bahwa para pria justru
lebih mudah mengeluarkan uang jika berbelanja di dunia maya. Menariknya
lagi,ternyata pria justru menghabiskan uang lebih banyak. Bahkan,selisihnya
dibanding perempuan mencapai sekitar Rp 3 juta lebih untuk belanja barang yang
diminatinya.
Seharusnya keinginan dan kebutuhan
berjalan selaras. Seharusnya prioritas pun menjadi yang utama dalam pemenuhan
kebutuhan. Tapi, mengapa kadang mereka tak seiring sejalan dan seolah saling
melupakan satu sama lain?
Apabila wanita belanja di luar kendali maka
hal tersebut harus diwaspadai. Gangguan
perilaku ini sering disebut shopaholic. Dalam istilah psikologinya orang
tersebut menderita obsesif kompulsif. Orang tersebut baru bisa nyaman apabila
diwujudkan dengan tindakan yaitu belanja.
Lalu bagaimana agar tak terjebak dengan ritme shopaholic? Sebaiknya ada komitmen dari diri sendiri untuk bisa mengatasi gangguan tersebut. Buat rancangan keuangan dan sesuaikan dengan budget serta berkomitmen untuk terus mematuhinya. Selain itu orang shopaholic butuh bantuan orang sekitar untuk mengontrol dirinya seperti sahabat atau pun suami. Kecenderungan orang shopaholic tidak bisa mengontrol diri. Karena itu untuk sementara dibutuhkan bantuan dari orang-orang sekitarnya. Misalnya, temani mereka ketika berbelanja atau sedang memilih barang. Sehingga mereka bisa diingatkan apabila tidak terkontrol. Hal ini harus dilakukan untuk sementara waktu. hingga orang tersebut bisa mengontrolnya.
Lalu bagaimana agar tak terjebak dengan ritme shopaholic? Sebaiknya ada komitmen dari diri sendiri untuk bisa mengatasi gangguan tersebut. Buat rancangan keuangan dan sesuaikan dengan budget serta berkomitmen untuk terus mematuhinya. Selain itu orang shopaholic butuh bantuan orang sekitar untuk mengontrol dirinya seperti sahabat atau pun suami. Kecenderungan orang shopaholic tidak bisa mengontrol diri. Karena itu untuk sementara dibutuhkan bantuan dari orang-orang sekitarnya. Misalnya, temani mereka ketika berbelanja atau sedang memilih barang. Sehingga mereka bisa diingatkan apabila tidak terkontrol. Hal ini harus dilakukan untuk sementara waktu. hingga orang tersebut bisa mengontrolnya.
Cerita Abu Khubaisy kepada para muridnya dibawah ini semoga menambah
kemampuan kita mengontrol atau mengendalikan keinginan.
Abdullah bin Umar, khalifah yang terkenal sebagai
pembangun Bait al Maqdis, suatu hari terserang oleh suatu penyakit. Para
asistennya, sangat mengkhawatirkan umur khalifah karena penyakitnya itu.
Ternyata Allah SWT belum berkenan memanggil Abdullah keharibaanNya.
Khalifah berangsur-angsur pulih. Setelah agak mendingan keadaannya, Abdullah
berniat hendak menyantap ikan panggang. Khalifah kemudian mengutarakan
keinginannya itu kepada salah seorang asistennya.
Asisten yang setia itu, segera berusaha untuk memenuhi selera junjungannya.
Ia pergi mencari ikan dan setelah mendapatkannya segera dipanggangnyalah ikan
tersebut.
Abdullah bin
Umar menghadapi ikan panggang yang baru saja diturunkan dari panggangannya.
Aromanya begitu memikat, sehingga bertambah seleranya dan ingin segera
menyantapnya.
Dalam keadaan yang siap santap itu, tiba-tiba muncul seorang musafir yang
tampak sangat kelaparan. Serta merta Abdullah menyuruh pembantunya untuk segera
mengangkat hidangan yang ada di hadapannya itu kepada sang musafir. Merasa
jerih payahnya tidak dinikmati oleh Abdullah, asisten itu protes.
Ia keberatan kalau makanan tersebut diberikan kepada musafir tadi. "
Tapi ini makanan yang dengan sengaja saya buatkan untuk tuan dan sesuai dengan
pesanan tuan." " Wahai,
pembantuku ! Tahukah kamu bila aku memakan makanan ini, maka sebetulnya itu aku
lakukan karena aku suka. Karena aku menyenanginya. Tetapi, bila musafir itu
memakannya, maka itu ia lakukan karena memang ia butuh. Jadi makanan itu lebih
berharga bagi dia daripada untukku. Jangan lupa, Allah SWT berfirman : "
Kalian sekali - kali tidaklah memperoleh kebajikan sehingga kalian
menyedekahkan apa - apa yang kalian senangi ".(Dikutip dari Mutiara
hikmah dalam 1001 kisah: 2)
Barangkali tidak ada salahnya bila postingan ini kita tutup dengan ayat
AlQur’an berikut ini:
“Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian”. (Qs. Al Furqaan 67)
Terima
kasih. Semoga bermanfaat. Wallahua’lam.
Langganan:
Postingan (Atom)