Minggu, 15 Juli 2012

Menjelang Ramadhan Harga Sembako Naik, Salahkan Siapa?

Oleh: M. Wahid Rosyidi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Memang seringkali  kenaikan harga sembako  yang selalu terjadi setiap tahun menjelang Ramadhan belum menunjukkan inflasi, namun seringkali pula kenaikan tersebut akan terus berlanjut karena setelah Ramadhan usai harga yang sudah naik cenderung tidak akan turun kembali. Dengan kata lain, terjadi proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Sebenarnya kenaikan harga sembako  setiap menjelang ramadhan lebih banyak bersifat psikologis. Masyarakat muslim Indonesia, terutama di Jawa, selalu melakukan budaya ‘megengan’ yakni selamatan baik dilakukan di musholla atau masjid maupun dibagi-bagikan kepada tetangga dan saudara.  Siapa mau melarang orang melakukan selamatan? Tentu tidak ada. Apalagi konteks megengan ini sebagai bentuk penghormatan dan rasa senang akan datangnya bulan suci ramadhan. Apalagi agama mengajarkan akan mendapat pahala yang besar bagi siapa saja yang menghormati, menaruh rasa senang akan tibanya bulan ramadhan, bulan rahmat, bulan penuh ampunan. Maka, selamatan ‘megengan’  dipastikan akan menjadi budaya tetap tahunan. Nampaknya, harapan untuk mendapat pahala yang besar di bulan suci ramadhan dengan melakukan selamatan ‘megengan’ tanpa disadari telah memicu kenaikan harga.
Secara teoritis ada kenaikan harga sebenarnya yang penyebabnya adalah (1) Bertambahnya persediaan uang,  (2.) Berkurangnya produktifitas, (3.Bertambahnya kemajuan aktivitas, dan (4) Berbagai pertimbangan fiskal dan moneter. Dan ada Kenaikan Harga Buatan. Berkurangnya barang dengan cara buatan yang diciptakan oleh para pengusaha serakah, mengakibatkan perubahan harga disebabkan oleh usaha spekulatif , penimbunan, perdagangan gelap, dan penyelundupan. Islam benar-benar mengutuk jenis kegiatan buatan dalam harga. Nabi SAW bersabda : “Orang yang menumpuk persediaan bahan pangan ketika kekurangan hal itu, (dengan maksud akan mendapatkan keuntungan), berdosa besar”. HR. Muslim

Dalam ekonomi bebas,  permintaan dan suplai komoditi menentukan harga normal yang mengukur permintaan efektif yang ditentukan oleh tingkatan kelangkaan pemasokan dan pengadaan peningkatan permintaan suatu komoditi cenderung menaikkan harga, dan mendorong produsen memproduksi barang-barang itu lebih banyak. Masalah kenaikan harga timbul karena ketidaksesuaian antara permintaan dan suplai. Ketidaksesuaian ini terutama karena adanya persaingan yang tidak sempurna di pasar. Persaingan menjadi tidak sempurna apabila jumlah penjual dibatasi atau apabila ada perbedaan hasil produksi.

Sebenarnya, harga lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar, yakni kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demond), Namun demikian, kecenderungan naiknya harga menjelang ramadhan dari tahun ke tahun menyebabkan nilai mata uang menurun. Apalagi nilai mata uang rupiah terhadap dollar sangat menyedihkan hampir menyentuh level Rp 10.000,-an
Maka wacana kebijakan renumerisasi nilai rupiah patut ditindaklanjuti. Langkah konkritnya pemerintah harus segera menerbitkan mata uang baru. Misalnya pecahan 5 rupiah uang baru memiliki nilai sama dengan uang 50.000 cetakan lama. Sehingga orang boleh bertransaksi dengan pecahan lama maupun yang baru. Secara perlahan uang lama ditarik setelah tergantikan oleh pecahan uang baru.
Selamat megengan, selamat berpuasa