Apa ada keajaiban sabar? Apakah
dengan hanya bersabar, hidup kita menjadi lebih tenang? Lantas apa bedanya
dengan pasrah? Kenapa harus sabar, sementara kita masih punya kemampuan
untuk berbuat sesuatu?
Pertanyaan itu mengganggu terus.
Tidak mudah untuk menjawab aneka pertanyaan seperti itu? Penulis ini orang
awam, bukan ustad, bukan kiai, bukan pula seorang perenung yang bisa
mendapatkan jawaban setelah sekian lama diam dan mematung.
Menurut Ibnul Qayyim, penulis
berbagai kitab dan murid Ibnu Taimiyah, berkata, “Sabar adalah menahan jiwa
dari berputus asa, meredam amarah yang bergejolak, mencegah lisan
berkeluh-kesah, menahan anggota badan dari berbuat kemungkaran. Sabar merupakan
akhlak mulia dari lubuk jiwa yang dapat mencegah degannya akan tegak dan baik
segala perkara..”
Jadi, sabar itu ternyata tidak sama
dengan pasrah. Jika kita pasrah artinya berputus asa. Sedangkan sabar menerima
keadaan yang ada tetapi tetap semangat, tetap berusaha. Sabar juga identik
dengan bagaimana memendam amarah yang menggelegak. Sabar juga sama artinya
menjaga mulut kita dari omongan yang menunjukkan kemarahan. Mencegah agar mulut
senantiasa terjaga dari omongan kotor atau pembicaraan yang tidak perlu,
misalnya. Terus terang, saya belum satu pun bisa melakukan itu.
Tidak hanya itu, sabar pun bisa
diartikan sebagai tetap kuat pendirian untuk tidak berbuat maksiat, dan
menghindari sejauh mungkin. Di sini, kita dituntut sabar untuk berpegang kepada
kebenaran ajaran agama. Bukan menyelewengkan atau menyelewengkannya untuk
kepentingan kelompok atau pribadi.
Dari Suhaib r.a., bahwa
Rasulullah Sollalohu Allaihi Wassalam bersabda, “Sungguh menakjubkan
perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan
hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin;
yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui)
bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa
musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal
terbaik bagi dirinya.” (HR. Muslim)
Yang menarik dari hadis ini, menurut
ahli tafsir, setiap mukmin digambarkan oleh
Rasulullah saw. sebagai orang yang memiliki pesona, yang digambarkan dengan
istilah ‘ajaban’. Mengapa ada pesona dan di mana pesona itu bisa
ditemukan? Pesona beranjak dari sikap seseorang dalam menyikapi segala sesuatu.
Dia senantiasa berprangka baik, hudnuzhon, positif thinking terhadap
segala sesuatu yang ditakdirkan Alloh. Ketika mendapatkan kebaikan, ia
refleksikan dalam bentuk syukur, ketika mendapat musibah dia bersabar. Segela
sesuatu dianggap sebagai karunia, anugerah Alloh yang tiada banding. Dan
tidaklah Allah memberikan sesuatu kepadanya melainkan pasti sesuatu tersebut
adalah positif baginya.
Begitu pula saat
mendapatkan musibah, mendapat kabar buruk, nasib tak menguntungkan, ia
akan bersabar. Karena ia yakin, hal tersebut merupakan pemberian sekaligus
cobaan bagi dirinya yang ada rahasia kebaikan di dalamnya. Sehingga refleksinya
adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Alloh. Bukan malah
lantas menyalahkan Sang Kholik. Bukankah terkadang ada orang yang bilang
begini: Alloh nggak adil, mengapa saya begini dan begitu?
Kesabaran tetaplah
penting. Sangat penting. Kesabaran merupakan salah satu petunjuk atau
ciri seseorang itu bertaqwa atau tidak. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa
kesabaran setengah keimanan. Sabar memiliki kaitan erat dengan keimanan:
seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai
kesabaran, sebagaimana tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala.
Sabar merupakan istilah
dari bahasa Arab dan sudah menjadi istilah bahasa Indonesia. Asal katanya
adalah “shabara”, yang membentuk infinitif (masdar) menjadi “shabran“.
Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Amru bin Usman mengatakan,
bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan
lapang dan tenang.
Hal senada juga
dikemukakan oleh Imam Al-Khawas, “Sabar adalah refleksi keteguhan untuk
merealisasikan Al-Qur’an dan sunnah. Sehingga sabar tidak identik dengan
kepasrahan dan ketidakmampuan. Rasulullah Solloahu Allaihi Wassalam
memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad. Padahal jihad adalah
memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya adalah menggunakan senjata
(perang).”
Buat apa bersabar? Kesabaran
dapat menghapuskan dosa. Rasulullah menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari
Abu Hurairah Rodiaallohuan bahwa Rasulullan Sollohu Allahi Wassalam bersabda,
“Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan,
mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah
akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut.” (HR. Bukhari &
Muslim).
Kesabaran merupakan
suatu keharusan, di mana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan
kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada
Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau
kematian. Rasulullah saw. mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah salah seorang diantara kalian
mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan
sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, ‘Ya Allah,
teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik untukku. Dan wafatkanlah
aku, sekiranya itu lebih baik bagiku.” (HR. Bukhari Muslim)
Bentuk-Bentuk Kesabaran
Para ulama membagi
kesabaran menjadi tiga:
- Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.
- Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, dan memandang sesuatu yang haram.
- Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta dan kehilangan orang yang dicintai.
Kiat-kiat Untuk
Meningkatkan Kesabaran
Ketidaksabaran (baca; isti’jal)
merupakan salah satu penyakit hati, yang harus diterapi sejak dini. Karena hal
ini memilki dampak negatif pada amal. Seperti hasil yang tidak maksimal,
terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan melaksanakan ibadah. Oleh karena itulah,
diperlukan beberapa kiat guna meningkatkan kesabaran. Di antaranya:
- Mengikhlaskan niat kepada Allah swt.
- Memperbanyak tilawah (membaca) Al-Qur’an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan.
- Memperbanyak puasa sunnah. Puasa merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.
- Mujahadatun nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat untuk mengalahkan nafsu yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, dan kikir.
- Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna.
- Perlu mengadakan latihan-latihan sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi, misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah.
- Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi’in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. (bagian ini diambil dari www.dakwatuna.com)
Diambil secara utuh
dari: http://belajarsabar.wordpress.com/keajaiban-sabar/
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar