Selasa, 01 Mei 2012

Keutamaan Meninggalkan Perkara Haram


Oleh: M. Wahid Rosyidi
Takwa adalah menunaikan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan dan meninggalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan. Jika bersamaan dengan itu terdapat suatu amalan (sunnah),  maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan. Menjauhi  perkara-perkara yang haram  meskipun sedikit adalah lebih utama daripada memperbanyak amalan-amalan yang sifatnya sunnah. Karena meninggalkan keharaman-keharaman adalah wajib, sedangkan amalan-amalan tersebut hukumnya sunnah.”(Jami’ul ‘Ulum wal Hikam).

Pernyataan tersebut tentu bukan berarti kita tidak perlu melaksanakan yang sunnah. Kalimat hikmah di atas, sesungguhnya lebih cocok bila dikorelasikan dengan perilaku remaja masa kini, remaja era globalisasi, remaja yang kehilangan tali tradisi, remaja yang mengagungkan kesenangan di atas segalanya. Perilaku muda-mudi yang  yang tak bisa lagi dibendung oleh norma-norma tradisi,  bahkan norma religi pun bisa tumbang. Entahlah, apakah ini bagian dari zaman edannya Ronggowarsito, atau tanda bahwa dunia memang sudah benar-benar tua.  Kalau mau didata tentang perilaku negatif remaja cukup banyak mulai dari penyalahgunaan obat terlarang, kekerasan kelompok,  pornografi,  perilaku remaja dalam menjalin kasih,  dan berbagai kenakalan remaja lainnya baik bersifat kriminal maupun normatif.

Dalam kaitannya menjalin kasih antara cowok dan cewek, kalau saya katakan bahwa saya berani nembak cewek itu saat selesai kuliah dan sudah bekerja barangkali akan ditertawai oleh anak-anak zaman sekarang, meskipun rasa cinta terhadap lawan jenis sudah ada sejak saya kelas 1 SMP. Persoalan yang sebenarnya bukanlah nembak ceweknya, tetapi bagaimana cara menjalin hubungan setelah pernyataan cinta itu saling berbalas, dalam hal ini sekarang lebih populer disebut pacaran.

Pacaran boleh saja dianggap lumrah, tetapi yg penting bisa menjaga nilai-nilai adat ketimuran maupun nilai-nilai agama. Lha ini kan yang susah, kalau nilai agama itu diterapkan dalam berpacaran ya namanya mungkin bukan pacaran lagi kan? Sebab pacaran kan identik dengan berduaan, entah di pantai, di mall, di berbagai tempat hiburan.

Yang sangat menyedihkan bila pacaran dilakukan di sekolah. Bagaimana ini bisa terjadi? Ya bisa saja, lha pacarnya teman sekelas. Repotnya, teman-temannya yang mengetahui hal ini justru memberikan toleransi yang sangat tinggi, akibatnya banyak kesempatan yang bisa dilakukan keduanya. Masyaallah, ini sebenarnya racun, tetapi mengapa kita membiarkannya? Malah menoleransikannya, semakin banggakah kita dengan perilaku haram?

Sebagai seorang guru saya menaruh keprihatinan yang mendalam  terhadap perilaku berpacaran di sekolah. Sekolah seharusnya menjadi tempat penyematan tata nilai kebaikan kepada siswa, tetapi sudah dicemari dan tercoreng dengan perilaku yang jauh dari nilai edukatif. Perilaku yang hanya memuja kesenangan diatas segalanya, perilaku hedonis.

Tentu saja meletakkan kesalahan hanya kepada siswa sangatlah tidak bijak, sebab berbagai media baik cetak maupun elektronik, media internet termasuk lagu-lagu yang demikian populer dan dihafal siswa umumnya mendukung perilaku ‘menyimpang’ ini. Dulu Anggun C. Sasmi yang sekarang sudah menjadi penyanyi internasional, melantunkan lagu Takut  yang intinya seorang remaja apalagi masih sekolah tidak patut dan tidak pantas berpacaran, demikian pula Crisye lewat lagu Anak Sekolah menampilkan cerita yang sama tentang belum pantasnya remaja sekolah berpacaran. Ini berbeda dengan lagunya Blink Takut Jatuh Cinta atau Putih Abu-Abu yang sekarang mulai populer, cenderung mengeksploitasi cinta remaja, terlebih lagi lagu bergenre dangdut Hamil Duluan jelas menampilkan kemaksiatan penuh dengan keriangan.  Juga lagu Iwak Peyek versi bahasa Jawa yang jelas melanggar norma kepatutan karena syairnya yang terlalu vulgar dan tidak pantas secara normatif, tetapi justru menjadi populer. Memang aneh kan?

Dalam kaitan yang lebih luas perilaku korupsi, suap, money politic, dan segala bentuk kejahatan dan kemaksiatan semestinya bisa diminimalisir apabila meninggalkan yang haram menjadi bagian dari lebih dikedepankan daripada sekedar menjalankan yang sunnah, meski yang sunah akan lebih baik jika dilakukan.
Sudah seharusnya keutamaan meninggalkan yang haram  menjadi nafas hati kita.  Sehingga setiap kali kita akan melakukan perkara yang haram, kita bisa sabar dan mampu meninggalkannya.  Semoga. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar